Pada Konferensi Pertambangan Indonesia & Konferensi Logam Kritis - Konferensi Industri Batubara 2025, yang diselenggarakan oleh SMM Information & Technology Co., Ltd. (SMM), didukung oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia sebagai pendukung pemerintah, dan diselenggarakan bersama oleh Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia (APNI), Bursa Berjangka Jakarta, dan China Coal Resource, Ghee Peh, seorang pakar keuangan energi dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), berbagi wawasan tentang "Geopolitik dan Pengembangan Industri: Studi Kasus Pembangunan Kapasitas Metanol di Indonesia."

Batubara dan Keamanan Energi: Berapa Biayanya?
• Pada 2 April 2025, Presiden AS Trump mengumumkan tarif untuk semua negara ASEAN: 32% untuk Indonesia, 46% untuk Vietnam, 36% untuk Thailand, dan 24% untuk Malaysia.
• Ketika tren globalisasi melemah, keamanan energi domestik Indonesia menjadi sangat penting. Bagi Indonesia, apakah akan mempertimbangkan produk hilir batubara seperti dimetil eter (DME) sebagai pilihan untuk keamanan energi adalah pertanyaan yang layak untuk dieksplorasi.
Proyek DME ini mahal, dengan investasi sebesar 3,1 miliar dolar AS.
Presiden Indonesia Prabowo Subianto telah menginstruksikan satuan tugas energi untuk memulai kembali proyek gasifikasi batubara menjadi DME di empat wilayah di Sumatra dan Kalimantan. Rencana ini bertujuan untuk mengurangi impor minyak tanah cair (LPG) dengan memproses batubara rendah kalori.
Menurut perkiraan Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), pabrik DME dengan kapasitas 1,4 juta mt di Sumatra akan menelan biaya 2,6 miliar dolar AS, ditambah kerugian biaya peluang sebesar 520 juta dolar AS selama satu dekade, dengan total 3,1 miliar dolar AS.
Kelayakan Ekonomi Dipertanyakan
Belanja modal dan biaya peluang pabrik DME Indonesia akan menyumbang 70% dari total biaya impor tahunan LPG (4,3 miliar dolar AS), namun hanya akan menghasilkan energi yang setara dengan 1 juta mt LPG. Biaya per unit energi bagi konsumen akan 42% lebih tinggi daripada LPG.
Pabrik DME dengan kapasitas 1,4 juta mt dapat mengimbangi 15% dari impor LPG Indonesia, tetapi kelayakan ekonominya tidak pasti. Sebagai contoh, Shanxi Lanhua Group dari China menghentikan proyek DME-nya pada 2023 karena tidak menguntungkan, yang menjadi bukti.
Perbandingan Biaya

Biaya untuk memproduksi satu ton dimetil eter (DME) menggunakan 4,6 metrik ton batu bara dapat dihitung berdasarkan biaya spot atau harga jual rata-rata:
Jika dihitung berdasarkan harga jual rata-rata, biaya untuk memproduksi satu ton DME adalah 281 dolar AS. Jika dihitung berdasarkan biaya kas, biaya batu bara per ton DME adalah 244 dolar AS, atau 37 dolar AS lebih rendah daripada perhitungan berdasarkan harga jual.

Jika digabungkan dengan biaya non-batu bara, perkiraan biaya produksi dimetil eter (DME) adalah 614-651 dolar AS per metrik ton. Mengingat kandungan energi DME yang lebih rendah, harga setara ketika dikonversi menjadi gas petroleum cair (LPG) adalah 431 dolar AS per metrik ton.
Oleh karena itu, bahkan ketika dihitung menggunakan kisaran bawah biaya non-batu bara, biaya energi per unit DME masih 183 dolar AS per metrik ton lebih tinggi daripada harga LPG pada Maret 2025, yang merupakan kenaikan sebesar 42%.
Ringkasannya: Pabrik DME dengan skala 1,4 juta metrik ton dapat memproduksi cukup energi untuk menggantikan 15% dari impor LPG Indonesia, tetapi kelayakan ekonominya diragukan—prospek profitabilitasnya tidak jelas, seperti yang dibuktikan oleh penghentian proyek DME oleh Shanxi Lanhua Group dari Tiongkok pada tahun 2023. Mengingat biaya peluang, biaya tenggelam yang terlibat dalam proyek, dan harga energi yang lebih tinggi yang harus ditanggung oleh konsumen Indonesia, proyek DME bukanlah pilihan investasi yang layak.
Bagaimana prospek metanol dalam transportasi?
Indonesia berencana untuk menginvestasikan 1,2 miliar dolar AS dalam fasilitas pengolahan etanol dan metanol untuk meningkatkan keamanan energi, tetapi rencana ini telah menimbulkan kekhawatiran tentang biaya tinggi dan risiko besar.
Alternatif ekonomis untuk metanol
Pengalaman Tiongkok menunjukkan bahwa konversi batu bara menjadi metanol tidak layak secara ekonomis. Shanxi Lanhua, produsen utama, menutup jalur produksi DME-nya pada tahun 2023 karena kerugian.
Di Indonesia, perluasan penggunaan kendaraan listrik (terutama sepeda motor listrik) merupakan solusi yang kurang berisiko, kurang kompleks, dan lebih layak secara ekonomis dibandingkan dengan meningkatkan produksi metanol.
Etanol, metanol, dan DME memiliki kandungan energi yang lebih rendah:

Tabel ini membandingkan perbedaan kandungan energi antara etanol, metanol, dan DME dengan bensin, yang menunjukkan efisiensi dan output energi mereka yang lebih rendah. Dibandingkan dengan bensin, metanol hanya memiliki 46% kandungan energi, sedangkan etanol dan DME masing-masing memiliki 61% dan 71%.
Secara keseluruhan:
Pencampuran metanol dengan bensin menimbulkan risiko yang signifikan dan membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur penyimpanan dan pompa baru serta yang telah dimodifikasi. Infrastruktur yang diperlukan agar kendaraan dapat menggunakan metanol melibatkan biaya yang besar.
Di tingkat pabrik, input batubara yang tinggi dan biaya konversi membuat produksi tidak menguntungkan, karena konsumen tidak bersedia membayar harga yang melebihi biaya produksi.
Mencapai ketahanan energi melalui energi terbarukan
Dibandingkan dengan pencampuran metanol, memperluas penggunaan kendaraan listrik (terutama sepeda motor listrik) adalah solusi yang kurang berisiko, kurang kompleks, dan lebih hemat biaya.
Dalam hal ketahanan energi, Indonesia harus lebih beralih ke energi surya dan angin serta meningkatkan infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik.
》Klik untuk melihat laporan khusus tentang Konferensi Pertambangan Indonesia & Konferensi Logam Kritis 2025



