Harga lokal akan segera diumumkan, harap ditunggu!
Tahu
+86 021 5155-0306
bahasa:
SMM
Masuk
Logam Dasar
Aluminium
Tembaga
Timbal
Nikel
Timah
Seng
Energi Baru
Tenaga Surya
Litium
Kobalt
Bahan Katoda Baterai Litium
Bahan Anoda
Diafragma
Elektrolit
Baterai-Lithium-ion
Baterai Natrium-ion
Baterai-Lithium-ion-Bekas
Hidrogen-Energi
Penyimpanan Energi
Logam Minor
Silikon
Magnesium
Titanium
Bismut-Selenium-Telurium
Tungsten
Antimon
Kromium
Mangan
Indium-Germanium-Galium
Niobium-Tantalum
Logam-Minor-Lainnya
Logam Mulia
Logam Tanah Jarang
Emas
Perak
Palladium
Platina/Ruthenium
Rhodium
Iridium
Logam Bekas
Tembaga-Bekas
Aluminium-Besi Tua
Timah-Bekas
Logam Besi
Indeks Bijih Besi
Harga Bijih Besi
Kokas
Batu_Bara
Besi-Babi
baja batang
Baja Jadi
Baja Internasional
Lainnya
Futures
Indeks SMM
MMi
[Analisis Mendalam SMM] Kebijakan Pengendalian Sumber Daya Nikel Indonesia: "Api Ketiga" Penyesuaian PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), Akan Berlabuh di Mana?
Mar 20, 2025, at 3:09 pm
Pendahuluan: Pada 18 Maret, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia memberikan sinyal kuat bahwa aturan baru terkait kenaikan royalti mineral dan batu bara akan diterbitkan sebelum Idul Fitri atau paling lambat 31 Maret 2025. Sementara itu, kenaikan royalti mineral dan tambang akan menargetkan batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan logam timah.
Pendahuluan: Pada 18 Maret, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia memberikan sinyal kuat bahwa aturan baru terkait peningkatan royalti mineral dan batu bara akan diterbitkan sebelum Idul Fitri atau paling lambat 31 Maret 2025. Sementara itu, peningkatan royalti mineral akan menargetkan batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan timah. Tri Winarno, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara di Kementerian ESDM, menyatakan bahwa rancangan revisi peraturan saat ini telah diajukan ke Sekretariat Negara (Kemensetneg). Menurutnya, semua proses hampir selesai, sehingga ia mengungkapkan bahwa aturan baru terkait peningkatan royalti mineral kemungkinan akan diterbitkan sebelum Idul Fitri. SMM memahami bahwa pasar Indonesia saat ini memiliki ekspektasi kuat terhadap implementasi kebijakan ini. Jika kebijakan ini diterapkan sesuai jadwal, hal ini dapat menyebabkan peningkatan biaya bagi penambang nikel hingga tingkat tertentu, yang berpotensi meningkatkan harga bijih nikel, dan smelter hilir mungkin menghadapi risiko peningkatan biaya pengadaan.
Terkait proses modifikasi kebijakan PNBP: Penyesuaian kebijakan terkait PNBP di Indonesia ini merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2022, yang mengatur jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak yang berlaku di Kementerian ESDM, serta revisi Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2022, yang mengatur pajak dan pengelolaan PNBP di sektor usaha pertambangan batu bara. Pada 2022, royalti untuk bijih nikel dalam PNBP Indonesia ditetapkan pada tarif tetap sebesar 10%.
Pada 10 Maret, menurut laporan media asing: Pemerintah Indonesia mengusulkan peningkatan biaya konsesi yang dibayarkan oleh perusahaan tambang untuk mengatasi keuangan publik yang terbebani oleh rencana pengeluaran Presiden Prabowo. Sepanjang Maret, Kementerian ESDM Indonesia terus mendorong legislasi untuk "meningkatkan pajak dan pungutan atas produksi dari tembaga hingga batu bara." SMM memahami bahwa usulan ini muncul karena pemerintah Indonesia menghadapi biaya besar dari program unggulan Prabowo (termasuk makan siang gratis di sekolah dan dana investasi nasional Danantara). Setelah usulan kenaikan PPN dilunakkan, kementerian diminta untuk memangkas anggaran guna mendanai kebijakan bernilai miliaran dolar ini. Untuk produksi bijih nikel, tarif pajak tetap sebesar 10% akan digantikan oleh pungutan yang berkisar antara 14% hingga 19%, tergantung pada harga acuan yang ditentukan oleh pemerintah.
Pada 18 Maret, Tri Winarno, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara di Kementerian ESDM, menyatakan bahwa rancangan revisi undang-undang saat ini telah diajukan ke Sekretariat Negara (Kemensetneg). Menurutnya, semua proses hampir selesai, sehingga ia mengungkapkan bahwa aturan baru terkait peningkatan royalti mineral kemungkinan akan diterbitkan sebelum Idul Fitri.
Kebijakan pengendalian sumber daya nikel Indonesia, "tiga api," ke mana "api ketiga" dari penyesuaian PNBP akan membakar? Sejak 2025, pemerintah Indonesia sering mengeluarkan kebijakan, mulai dari sistem SIMBARA yang diterapkan pada awal tahun, hingga penyesuaian dasar perhitungan HMA dalam harga acuan mineral logam pada awal Maret, dan usulan penyesuaian PNBP yang sedang berlangsung baru-baru ini. Apa hubungan antara kebijakan-kebijakan ini? Mengapa pemerintah Indonesia terus memperkenalkan kebijakan baru? Akankah api ketiga dari penyesuaian tarif pajak menyala? SMM akan memberikan analisis mendalam di bawah ini.
1. Api Pertama: Kuantitas, Sistem SIMBARA
Sejak awal 2025, sistem SIMBARA telah resmi diluncurkan, memungkinkan pemerintah Indonesia untuk melacak penjualan bijih nikel secara real-time. Dikombinasikan dengan sistem kuota RKAB, pemerintah Indonesia dapat memantau seluruh proses penambangan, pengolahan, produksi, penjualan, dan ekspor bijih nikel. Untuk detail lebih lanjut, lihat artikel "Apa itu Sistem SIMBARA?" Berikut adalah isi dan proses spesifik dari sistem SIMBARA:
2. Api Kedua: Harga, Penyesuaian Harga HMA
Pada 1 Maret 2025, pemerintah Indonesia mengumumkan harga HMA untuk periode pertama Maret 2025, termasuk metode perhitungan HMA untuk 19 jenis logam atau bijih, seperti nikel, kobalt, timbal, seng, emas, dan bijih krom. Pengumuman ini menyesuaikan metode perhitungan HMA dari sekali sebulan menjadi dua kali sebulan, pada awal dan pertengahan setiap bulan. Selain itu, ditambahkan harga acuan untuk tujuh produk terkait nikel lainnya. Penyesuaian ini memungkinkan harga bijih nikel Indonesia lebih cepat mencerminkan fluktuasi harga nikel secara real-time, mengurangi keterlambatan penetapan harga.
3. Api Ketiga: Pajak, Usulan Penyesuaian PNBP
Pada 8 Maret 2025, Kementerian ESDM Indonesia mengusulkan penyesuaian penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Indonesia, yang melibatkan industri seperti nikel, batu bara, tembaga, dan emas. Tarif pajak untuk produk terkait nikel akan berubah dari nilai tetap menjadi tarif mengambang berdasarkan harga HMA. Untuk industri nikel, ini terutama melibatkan empat produk: bijih nikel, FeNi, NPI, dan matte nikel. Berikut adalah perbandingan antara tarif pajak saat ini dan yang diusulkan:
Dari tabel di atas, terlihat bahwa tarif pajak yang diusulkan memiliki dua fitur utama: peningkatan keseluruhan dan kenaikan bertingkat. Sebagai contoh, untuk bijih nikel, ketika harga HMA melebihi $31,000/mt (kandungan logam), tarif pajak mencapai 19%, hampir dua kali lipat dari tarif saat ini sebesar 10%. Namun, menggabungkan tren harga HMA historis dan garis 18,000, SMM menganalisis bahwa tarif pajak setelah implementasi kebijakan sebagian besar akan berada dalam tingkat pertama, dengan hanya sebagian kecil waktu mencapai tingkat kedua.
Ringkasan: Kerangka Kebijakan Komprehensif untuk Kuantitas, Harga, dan Pajak
Berdasarkan analisis di atas, sistem SIMBARA membantu pemerintah mengendalikan kuantitas, formula penetapan harga HMA membantu pemerintah mengendalikan harga, dan penyesuaian tarif pajak membantu pemerintah meningkatkan pendapatan pajak. Ketiganya bekerja bersama untuk meningkatkan pendapatan pajak pemerintah. Namun, apakah hanya dengan menaikkan harga dan tarif pajak akan meningkatkan pendapatan pajak pemerintah? Menurut teori ekonomi, Kurva Laffer, terdapat hubungan berbentuk U terbalik antara pendapatan pajak pemerintah dan tarif pajak. Ketika tarif pajak berada di bawah batas tertentu, peningkatannya dapat meningkatkan pendapatan pajak pemerintah, tetapi di luar batas ini, peningkatan lebih lanjut justru mengurangi pendapatan pajak pemerintah.
Oleh karena itu, pengenalan serangkaian kebijakan baru ini oleh pemerintah Indonesia mencerminkan keinginan pemerintah untuk mencapai keseimbangan antara pendapatan pajak, harga, dan pasar. Di satu sisi, kebijakan ini bertujuan untuk mendorong pengembangan pasar dan meningkatkan harga serta nilai produk nikel; di sisi lain, kebijakan ini berupaya meningkatkan pendapatan pajak pemerintah melalui penyesuaian tarif pajak sambil meminimalkan dampak pada pelaku pasar. Selain itu, karena baik harga maupun tarif pajak sangat terkait dengan HMA, dan HMA yang disesuaikan lebih berkorelasi erat dengan harga pasar nikel, apakah pemerintah Indonesia akan memperkenalkan kebijakan baru yang memengaruhi harga pasar nikel di masa depan, SMM akan terus memantau.
Jika kebijakan terkait PNBP diterapkan, apa dampaknya terhadap perusahaan terkait di industri nikel Indonesia?1. Sebelum membahas dampaknya, perlu untuk menjelaskan kekuatan penegakan dan target yang berlaku. Dalam "Pedoman Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara" yang diterbitkan oleh ESDM pada pertengahan Februari, Pasal 2 dan 3 secara jelas menetapkan entitas yang diwajibkan menggunakan HPM (Harga Patokan Penjualan sumber daya mineral Indonesia) sebagai harga penjualan minimum. Target yang berlaku adalah: "Pelaku usaha pada tahap produksi yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), pelaku usaha pada tahap produksi yang memiliki Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai kelanjutan dari kontrak/perjanjian, termasuk pemegang Kontrak Karya dan pemegang Perjanjian Kerja Sama Pengusahaan Pertambangan Batubara." Untuk perusahaan di industri nikel Indonesia, cakupan ini mencakup semua perusahaan tambang lokal dan smelter yang menggunakan tambang captive di Indonesia (empat totalnya, yaitu VALE, ANTAM, Weda Bay Nickel, dan Wanatiara). SMM berspekulasi bahwa jika kebijakan terkait PNBP diterapkan, target yang berlaku mungkin juga adalah perusahaan yang memiliki kualifikasi IUP/IUPK, tidak termasuk smelter milik Tiongkok lainnya. Menurut SMM, perusahaan Tiongkok di Indonesia dengan kualifikasi IUI masih berada dalam "periode bebas pajak," dan kebijakan ini mungkin tidak langsung memengaruhi sebagian besar perusahaan pirometalurgi dan hidrometalurgi. Situasi spesifik perlu dikonfirmasi setelah kebijakan diterapkan, dan SMM akan terus memantau perkembangan kebijakan terbaru di pasar Indonesia.
2. Jika kebijakan PNBP diterapkan, apa dampaknya terhadap harga bijih nikel tahun ini? Mulai tahun 2025, premi untuk bijih nikel Indonesia terus meningkat, secara signifikan mendukung biaya keseluruhan industri nikel. Dalam jangka pendek, dari sisi pasokan, musim hujan di Pulau Sulawesi tahun ini berlangsung lebih lama, memengaruhi penambangan dan transportasi bijih nikel serta memperlambat pemulihan pasokan di wilayah tambang utama seperti Sulawesi setelah musim hujan. Selain itu, pada akhir Maret, bertepatan dengan Idul Fitri, sebagian besar perusahaan Indonesia akan libur selama seminggu, semakin memperketat jadwal pasokan yang sudah ketat. Dari sisi permintaan, persediaan smelter NPI di Indonesia umumnya rendah, menyebabkan permintaan restocking yang kuat. Struktur pasokan dan permintaan yang ketat menciptakan situasi di mana bijih nikel di Indonesia sangat diminati. Ke depan, ada ekspektasi bahwa jalur produksi baru dalam pirometalurgi akan mulai berproduksi, dan peningkatan serta commissioning proyek hidrometalurgi sedang berlangsung. SMM memperkirakan bahwa di bawah kebijakan penerbitan kuota yang hati-hati oleh pemerintah Indonesia, situasi ketat bijih lokal di Indonesia mungkin akan berlanjut. Di bawah ini adalah harga bijih lokal Indonesia dengan kadar 1,2% dan 1,6%: Dalam lingkungan ini, tambang masih mempertahankan daya tawar yang kuat. Jika kebijakan diterapkan, peningkatan biaya penjualan untuk tambang dapat semakin mendorong kenaikan harga jual bijih nikel, sehingga meningkatkan biaya produk nikel Indonesia.
3. Jika kebijakan PNBP diterapkan, bagaimana dampaknya terhadap biaya nikel dan produk smelter terkait? Jika kebijakan PNBP diterapkan dan metode perhitungannya tetap konsisten dengan proposal saat ini, harga HMA untuk paruh kedua Maret adalah $15,534.62/mt, dengan tarif royalti sebesar 14%, meningkat 4% dibandingkan dengan tarif royalti asli sebesar 10%. Berdasarkan harga CIF SMM untuk bijih lokal Indonesia kadar 1,6% minggu ini (46,5-51,5 dolar AS/wmt), perusahaan tambang perlu membayar tambahan sekitar $2/wmt. Untuk harga bijih nikel kadar 1,2% (25,5-27 dolar AS/wmt), perusahaan tambang perlu membayar tambahan sekitar $1/wmt. Dengan asumsi bahwa peningkatan biaya bijih nikel sepenuhnya diteruskan ke harga jual, untuk smelter hilir, biaya MHP akan meningkat sekitar $128/mt (kandungan logam), biaya NPI akan meningkat sekitar $200/mt (kandungan logam), dan biaya matte nikel berkadar tinggi akan meningkat sekitar $210/mt (kandungan logam).
Ringkasan: Sejak tahun 2025, pemerintah Indonesia telah memperkenalkan banyak kebijakan untuk mengontrol sumber daya nikel, mencerminkan niatnya untuk mengelola sumber daya lokal, meningkatkan pendapatan pajak, dan memperkuat pengaruhnya dalam industri terkait. Signifikansi kebijakan pengendalian sumber daya pemerintah terletak pada dampaknya yang mendalam terhadap keamanan nasional, kedaulatan ekonomi, pembangunan berkelanjutan, dan persaingan internasional. Pertama, pengendalian sumber daya adalah sarana inti untuk menjaga keamanan strategis nasional. Sebagai contoh, sebagai produsen dan pengekspor terbesar rare earth di dunia, Tiongkok telah membatasi masalah lingkungan yang disebabkan oleh eksploitasi berlebihan melalui pembatasan ekspor dan kontrol teknis, sekaligus memperkuat posisinya yang dominan dalam rantai industri teknologi tinggi, militer, dan energi baru global. Kedua, pengendalian sumber daya mendorong evolusi aturan dan kerja sama internasional. AS, melalui Dodd-Frank Act, mengatur mineral konflik, dan Uni Eropa mewajibkan mineral impor memenuhi sertifikasi RMI, keduanya mempromosikan standarisasi tata kelola sumber daya global dan meningkatkan transparansi serta keberlanjutan rantai pasokan. Selain itu, pengendalian sumber daya secara langsung terkait dengan ketahanan ekonomi. Negara-negara seperti AS dan Jepang, melalui kebijakan keamanan rantai pasokan (seperti Rencana Strategis Nasional AS untuk Manufaktur Lanjutan dan Undang-Undang Promosi Keamanan Ekonomi Jepang), bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada satu negara dan meningkatkan perolehan sumber daya penting yang beragam untuk menghadapi risiko geopolitik dan persaingan teknologi. Akhirnya, pengendalian sumber daya juga membawa misi menyeimbangkan lingkungan dan pembangunan. Jelas bahwa kebijakan sumber daya global bukan hanya alat untuk persaingan internasional tetapi juga fondasi penting untuk membangun tatanan internasional yang adil, aman, dan hijau. Sebagai bagian dari "paket kebijakan pengendalian sumber daya," apakah kebijakan PNBP pemerintah Indonesia dapat mencapai hasil yang diharapkan jika berhasil diterapkan, masih perlu diuji oleh pasar.