I. Cadangan Sumber Daya dan Pola Distribusi
1. Kazakhstan: Kebangkitan Kekuatan Tanah Jarang Baru
Kazakhstan telah menjadi negara penting dalam lanskap sumber daya tanah jarang global. Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) mengonfirmasi negara ini memiliki160 deposit bijih tanah jarang. Eksplorasi baru-baru ini di tambang Kuirektykol di wilayah Karaganda menunjukkan volumenya meningkat signifikan dari perkiraan awal 20 juta ton menjadi282 juta ton, mengonfirmasi potensi besar sumber daya tanah jarang negara ini.
Kazakhstan saat ini dapat memproduksi 19 dari 34 unsur tanah jarang yang dikenal, termasuk mineral kunci seperti grafit alami, bijih fosfat, tungsten, dan kalium. Negara ini berencana menginvestasikan 2,4 miliar tenge (sekitar $124 juta) untuk eksplorasi geologi, R&D, dan produksi percontohan industri tanah jarang. Mereka juga telah merumuskan "Rencana Pembangunan Komprehensif Industri Tanah Jarang dan Logam Langka 2024–2028," yang bertujuan membangun rantai industri lengkap dari pengembangan sumber daya hingga pemurnian dan pengolahan.
2. Kirgizstan: Pemain Potensial di Sabuk Metalogenetik Tianshan
Kirgizstan, terletak di sabuk orogenik Tianshan, kaya akan sumber daya mineral dan telah menemukan 32 jenis mineral, termasuk tanah jarang. Sumber daya tanah jarang negara ini terutama terkonsentrasi diwilayah Tianshan Utara, dengan kumpulan bijih berupa tanah jarang-logam jamak dan logam langka-jamak; sebagian besar deposit memiliki beberapa komponen terkait.
Menurut data dari Asosiasi Penambang dan Geolog Republik Kirgiz, negara ini telah mengalokasikan 1 miliar som (sekitar $11,494 juta) untuk penelitian unsur logam jamak dan tanah jarang. Di antaranya,deposit Kutessay II memiliki cadangan sekitar 49.000 ton. Deposit ini dikembangkan pada era Soviet tetapi terhenti karena alasan politik dan kini melanjutkan operasinya.
3. Mongolia: Cadangan Terbesar Kedua di Dunia dan Tantangan Pengembangan
Cadangan tanah jarang Mongolia mencapai31 juta ton, menyumbang20% dari total cadangan dunia, menempati peringkat kedua secara global, hanya di belakang Tiongkok. Negara ini telah menemukan 5 deposit unsur tanah jarang, 71 lokasi mineral, dan lebih dari 260 area termineralisasi.
Deposit tanah jarang utama Mongolia meliputi Khalzan Buregtei, Lugiin Gol, dan Mushgai Khudag, membentuk 3 provinsi metalogenik unsur tanah jarang dan 7 sabuk metalogenik. Yang paling menjanjikan untuk pengembangan adalah sabuk metalogenik Deren-Arkhangai dan sabuk metalogenik Gobi-Tianshan, yang kaya akan unsur tanah jarang seperti tantalum, niobium, zirkon, dan itrium.
II. Kompetisi Geostrategis Antar Kekuatan Besar
1. Amerika Serikat: Penggerak Aktif Diversifikasi Rantai Pasokan
Amerika Serikat aktif terlibat di kawasan melalui mekanisme seperti "Inisiatif Ketahanan Ekonomi di Asia Tengah (ERICEN)" dan "Dialog Mineral Kritis C5+1." Pada tahun 2022, AS mengalokasikan $25 juta untuk inisiatif ERICEN yang bertujuan mempromosikan diversifikasi perdagangan dan mendukung investasi di Asia Tengah.
KTT AS-Asia Tengah yang diadakan pada September 2023 menetapkan pengamanan pasokan logam tanah jarang dari Asia Tengah sebagai tujuan inti. Dialog Mineral Kritis C5+1 pertama yang diadakan pada 8 Februari 2024 semakin memperjelas maksud strategis AS terhadap sumber daya tanah jarang Asia Tengah—membangun rantai pasokan mineral kritis yang terdiversifikasi, berkelanjutan, dan andal untuk mengurangi ketergantungan pada Tiongkok.
2. Tiongkok: Mempertahankan Dominasi dan Partisipasi Aktif
Sebagai pemain dominan dalam rantai pasokan tanah jarang global (menyumbang 90% dari produksi tanah jarang olahan global), Tiongkok secara alami memperhatikan perkembangan sumber daya tanah jarang di Asia Tengah dan Mongolia. Tiongkok berpartisipasi aktif dalam pengembangan sumber daya di kawasan melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan serta kerja sama bilateral.
Misalnya, di Kazakhstan, meskipun Xiamen Tungsten Co. dari Tiongkok menyatakan minat untuk mengembangkan deposit tungsten North Katpar dan Upper Kairakty pada tahun 2018, tidak ada perjanjian yang mengikat secara hukum yang akhirnya ditandatangani. Pada tahun 2025, perusahaan pertambangan milik negara Kazakhstan, Tau-Ken Samruk, mencapai perjanjian pengembangan dengan Cove Capital yang berbasis di AS untuk aset yang sama, mencerminkan dinamika kompetisi antar kekuatan besar di kawasan.
III. Tantangan dan Kendala Pengembangan
1. Hambatan Infrastruktur dan Transportasi
Masalah ini sangat terasa di Mongolia. Sebagai negara terkurung daratan yang dikelilingi Rusia dan Cina, ekspor rare earth Mongolia sangat bergantung pada transportasi darat, menghadapi tekanan ganda dari biaya transit dan tarif. Meskipun Mongolia mengusulkan konsep "jembatan udara" (penerbangan kargo langsung ke Eropa) dan berencana membangun tujuh pelabuhan darat baru, biaya transportasi tetap jauh lebih tinggi dibandingkan angkutan laut tradisional.
Kazakhstan, meski relatif lebih maju, masih menghadapi kekurangan infrastruktur. Komite Geologi Kementerian Industri dan Konstruksi negara itu menekankan perlunya menembus hambatan industri, meningkatkan investasi eksplorasi, dan memperbaiki sistem dukungan keuangan.
2. Kekurangan Teknologi dan Talenta
Mongolia sangat bergantung pada kerja sama asing untuk teknologi penambangan dan ekstraksi rare earth. Perdana Menteri Mongolia Oyun-Erdene mengakui bahwa bahkan dengan dukungan AS, teknologi pemisahan dan ekstraksi rare earth-nya belum lengkap dan masih perlu mengimpor peralatan produksi rare earth dari Cina.
Kyrgyzstan juga menghadapi kekurangan talenta teknis. Para ahli menyarankan pengenalan teknologi baru dan menciptakan model leasing untuk memastikan distribusi keuntungan yang adil antara negara dan investor.
3. Dampak Lingkungan dan Sosial
Penambangan dan pengolahan rare earth memiliki dampak lingkungan yang signifikan, termasuk polusi air, degradasi tanah, dan kerusakan habitat. Sebuah proyek eksplorasi rare earth di Mongolia barat dihentikan oleh pemerintah karena kekhawatiran lingkungan.
Di Kyrgyzstan, pemerintah perlu menyeimbangkan pengembangan sumber daya dengan perlindungan ekologis untuk menghindari ketegangan internal dan kerusuhan sosial akibat aktivitas pertambangan.
IV. Prospek Masa Depan dan Signifikansi Strategis
Transisi global menuju energi hijau menghadirkan peluang sejarah bagi pengembangan sumber daya rare earth di Asia Tengah dan Mongolia. Menurut analisis Astana International Financial Centre (AIFC), permintaan lithium global diproyeksikan meningkat 42 kali lipat pada 2040, dengan permintaan keseluruhan untuk mineral kritikal tumbuh secara eksponensial.
Kazakhstan, memanfaatkan lingkungan politik yang stabil dan keunggulan sumber daya, memiliki potensi terbesar untuk menjadi "pemimpin dunia dalam pasokan mineral kritikal." Negara ini mendukung penggalangan dana dan pengembangan perusahaan pertambangan junior dengan menawarkan aturan pencatatan yang disederhanakan melalui Astana International Exchange (AIX).
Prospek Mongolia sebagian besar bergantung pada kemampuannya mengatasi hambatan transportasi. Proposal negara itu untuk "menukar 400 kilometer persegi lahan untuk akses jalur" mencerminkan keinginan kuatnya untuk menerobos kendala geopolitik. Namun, keberhasilan rencana ini masih sangat bergantung pada sikap Tiongkok dan Rusia.
Kirgizstan perlu menarik investasi asing dengan memperbaiki kebijakan investasinya. Berdasarkan konsensus yang dicapai dalam pertemuan ahli 2025, negara ini membutuhkan perubahan mendasar pada pendekatan pengelolaan pertambangan, penyusunan kebijakan investasi berkualitas tinggi, dan penjelasan model operasional ekonominya.



